Ficool

Chapter 8 - Bab 9: Keheningan Pasca Perang dan Benih Baru

Kosmos kembali tenang. Gema dari pertarungan antara Noa dan Knull perlahan memudar, meninggalkan luka di beberapa galaksi muda. Bintang-bintang yang ditelan kegelapan Knull menjadi lubang hitam yang sunyi, sementara planet-planet yang disentuh oleh cahaya Noa mulai menunjukkan tanda-tanda kehidupan yang lebih kompleks. Keseimbangan telah tercapai, tetapi dengan harga yang mahal.

Di dalam Nexus, Sovereign mengamati ciptaannya, Ultraman Noa, yang sedang bersemayam dalam inti cahaya untuk memulihkan esensinya. Ia telah melihat keberanian dan pengorbanan Noa. Noa adalah perisai yang sempurna, manifestasi dari harapan dan perlindungan. Namun, Adrian Kaelar, pria di balik sang dewa, tahu bahwa perisai saja tidak cukup.

Dunianya yang lama tidak hanya kekurangan harapan, tetapi juga kekurangan kekuatan untuk memperjuangkannya. Kelemahan mengundang penindasan. Kepasrahan mengundang kehancuran.

"Noa adalah cahaya yang menuntun," bisik Sovereign pada dirinya sendiri. "Tapi alam semesta ini masih liar. Ia juga butuh api yang menempa."

Ia memutuskan untuk menciptakan sekali lagi. Kali ini, sumbernya bukan dari konsep harapan atau cahaya suci. Ia merogoh sisi lain dari esensinya—kekuatan mentah Jiren, kehendak yang tak tergoyahkan, dan filosofi bahwa kekuatan sejati lahir dari perjuangan tanpa akhir.

Ia tidak membentuknya dengan kelembutan. Ia menciptakan sebuah bintang neutron mini di telapak tangannya, memadatkannya dengan tekanan gravitasi yang mustahil. Ia menempa wujud baru itu dengan ledakan supernova terkendali, mendinginkannya dalam kehampaan absolut, dan mengisinya dengan satu tujuan tunggal: menjadi puncak evolusi melalui pertempuran.

Prosesnya kasar, keras, dan penuh kekerasan yang terkendali. Hasilnya bukanlah makhluk cahaya, melainkan sebuah senjata hidup.

Bab 10: Kelahiran Sang Penantang

Dari inti bintang yang telah mendingin, sebuah wujud bangkit. Tubuhnya lebih tajam dan lebih geometris daripada Noa. Zirahnya berwarna abu-abu gunmetal dengan aksen merah membara yang tampak seperti pembuluh darah berisi magma. Matanya bukan memancarkan ketenangan, melainkan intensitas fokus yang dingin, seperti mata seorang predator puncak. Tidak ada sayap cahaya, hanya pendorong energi murni di punggungnya yang siap meledak kapan saja.

Ia berlutut dengan satu kaki di hadapan Sovereign, kepalanya tertunduk, bukan karena takut, tetapi sebagai pengakuan atas penciptanya.

"Bangkitlah," perintah Sovereign.

Makhluk itu berdiri. Tingginya setara dengan Noa, tetapi auranya terasa jauh lebih berat dan agresif.

"Engkau tidak diciptakan untuk melindungi yang lemah," jelas Sovereign. "Engkau diciptakan untuk menantang yang kuat. Engkau adalah ujian, badai yang akan memaksa hutan untuk menumbuhkan akar yang lebih dalam. Engkau adalah evolusi melalui konflik. Engkau akan menguji batas dari semua yang ada, dan dengan begitu, membuat mereka melampaui batas mereka."

Makhluk itu mengangguk, memahami tujuannya secara instan. Itu adalah esensi dari keberadaannya. "Aku mengerti. Aku adalah Zarath, Sang Penantang. Dimana ujian pertamaku?"

Sovereign tersenyum tipis di balik wujud kosmiknya. Ia telah menciptakan perisai. Kini, ia telah menciptakan pedang.

More Chapters