Ficool

Chapter 19 - BAB 19 – Memulai dari Awal

Kadang, untuk menyelamatkan sebuah hubungan, bukan berarti harus kembali ke awal.Tapi menciptakan awal yang baru.

Dan pagi itu, itulah yang Rania dan Dimas lakukan.

Tanpa banyak kata, tanpa seremonial. Hanya lewat hal sederhana: meja makan yang penuh dengan makanan buatan mereka berdua, daftar belanja rumah yang mereka susun bersama, dan jadwal kontrol kandungan yang kini ditandai tebal di kalender kulkas.

"Aku sudah ubah notifikasi jadi dua jam sebelum jadwal dokter," kata Dimas sambil duduk di meja makan.

Rania tersenyum. "Kenapa dua jam?"

"Biar kamu sempat marah-marah soal baju yang mau dipakai dulu, terus ganti tiga kali."

"Jahat."

"Tapi benar, kan?"

Rania tertawa. Dan di tawa itu… tak ada lagi canggung.Tak ada lagi jarak yang menahan kata-kata.

Siang itu, mereka beres-beres kamar. Kali ini bukan karena bosan, tapi karena Rania berkata,

"Aku mau lemari kita digabung. Biar nggak ada lagi 'baju Dimas' dan 'baju Rania'. Yang ada cuma 'baju kita'."

Dimas setuju. Ia bahkan menggulung kaus-kaus hitamnya dengan lebih rapi — walau hasilnya tetap seperti balok tumpukan nasi padat.

"Mas, kita mulai dari awal, ya," ucap Rania saat mereka istirahat di lantai, menyandarkan punggung ke ranjang.

"Dari mana?" tanya Dimas.

"Dari titik di mana kamu bukan cuma sahabatku. Tapi suamiku. Beneran."

Dimas menoleh, menggenggam tangan Rania. "Berarti aku nggak boleh lagi kentut sembarangan kayak waktu kita masih temenan?"

Rania mendesah. "Nggak."

"Tapi kalau kamu yang kentut, aku harus tetap bilang 'lucu'?"

"Wajib."

Mereka tertawa, dan di balik candaan, mereka tahu—ini bukan candaan lagi. Ini komitmen.

Malam itu, mereka duduk di balkon apartemen, memandangi langit Jakarta yang samar karena lampu-lampu kota.

Rania menyandarkan kepalanya di bahu Dimas. Ia meletakkan tangan di atas perutnya yang mulai membuncit.

"Aku pernah takut banget, Mas," bisiknya. "Kalau kita ternyata bukan ditakdirkan bareng."

Dimas mencium ubun-ubunnya pelan. "Aku juga takut. Tapi sekarang, aku yakin."

"Yakin apa?"

"Kalau takdir itu bisa kita pilih sendiri. Dan aku pilih kamu. Setiap hari."

Rania menutup matanya. Ada rasa damai yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Dimas melanjutkan, pelan, hangat:

"Mulai hari ini, nggak ada lagi 'pernikahan kesepakatan'. Yang ada cuma... pernikahan dua orang yang saling milih. Saling jatuh cinta. Saling belajar."

Rania mengangguk. Matanya basah, tapi ia tersenyum.

"Mulai hari ini, aku milih kamu juga."

Dan malam itu, tanpa ragu, Dimas menggenggam tangan Rania lebih erat dari sebelumnya.Bukan lagi sebagai teman.Bukan lagi sebagai suami 'kontrak'.

Tapi sebagai laki-laki…Yang benar-benar jatuh cinta.

More Chapters