Ficool

Chapter 51 - Bab 51: Bayangan dari Mimpi Savana (S2)

Tiga tahun telah berlalu sejak Auralis diselamatkan.

Istana Waktu kembali bersinar, langit kembali membentuk aurora waktu setiap senja, dan seluruh dimensi terhubung dalam harmoni.

Di balkon tertinggi istana, Rania duduk sambil menyisir rambut putrinya, Savana Elraine Kaenra—anak dari Penjaga Waktu dan Penentu Takdir. Mata Savana bersinar keperakan seperti bulan, dan di punggung tangannya terukir sebuah jam kecil alami, berbentuk seperti kristal yang berdetak.

> Savana bukan anak biasa.

Ia adalah Anak Waktu.

Lahir dengan denyut dimensi dalam darahnya.

“Bundaaa…” suara Savana serak kecil, manja. “Tadi malam… Savana mimpi ketemu Kakak Putih.”

Rania berhenti menyisir.

“Kakak Putih?”

Savana mengangguk antusias, matanya berbinar. “Dia punya sayap! Tapi bukan sayap malaikat, Bun. Sayapnya kayak kaca pecah… dan dia bilang: ‘Ayo cari aku sebelum waktu terbalik.’”

Rania menggenggam bahu putrinya perlahan.

“Kamu dengar di mana kata-kata itu?”

Savana mengangkat bahunya kecil. “Di mimpi.”

Rania menatap jam alami di tangan anaknya. Detaknya cepat… terlalu cepat.

> Dan itu hanya terjadi…

jika dimensi lain mencoba menarik kesadaran seseorang.

---

Malam harinya, Rania dan Kaen berdiri di ruang pengamatan waktu.

“Ini mimpi keempat dalam tiga minggu,” kata Rania pelan. “Dan selalu tentang makhluk bersayap kaca yang mengajak dia pergi.”

Kaen mengangguk. Di hadapannya, pantulan dimensi di dalam kristal observasi mulai menunjukkan warna hijau tua samar—warna yang dulu mereka pikir sudah menghilang.

“Bisa jadi… ini bukan sisa Sarin,” katanya. “Tapi sesuatu… yang belum pernah kita hadapi.”

Rania menggigit bibirnya. “Aku takut, Kaen. Kalau Savana… tertarik ke dalam dimensi lain.”

Kaen memeluk istrinya erat.

“Kita pernah melewati semua badai. Kita akan melindunginya. Apapun yang menunggu.”

---

Di malam yang sama…

Savana tertidur di kamarnya. Hening.

Lalu tiba-tiba…

> Cermin besar di sudut kamarnya mulai bergetar.

Permukaannya bergelombang seperti air.

Dan dari sana, muncul cahaya hijau muda, membentuk siluet seorang anak perempuan bersayap pecah.

Savana duduk di ranjang. Tapi… ia tidak takut.

> Karena gadis itu tersenyum padanya.

Dan suara lembut berbisik:

“Kalau kamu ingat siapa aku… kamu akan ingat siapa dirimu.”

---

Keesokan harinya, Savana tak bisa terbangun.

Tubuhnya sehat. Nafasnya stabil.

Tapi matanya… tak membuka. Jiwanya tak kembali.

Rania panik. “Dia tidak tidur… dia pergi.”

Reina datang membawa hasil pengukuran energi dari kamarnya.

“Rania… Savana membuka portal Dimensi Keenam dalam tidurnya. Dia tidak sekadar bermimpi. Dia menyeberang.”

Kaen mengepalkan tangan.

“Siapkan lingkaran waktu. Kita akan masuk.

Aku tak akan membiarkan anakku tumbuh di dunia yang kita bahkan tak tahu batasnya.”

---

Tapi Elvaron datang membawa gulungan yang tak pernah dibuka sejak Perang Dimensi.

“Ada satu catatan tentang Dimensi Keenam. Tempat yang hanya bisa dimasuki oleh mereka yang pernah mengorbankan kenangan waktu—dan menyatu dengan luka mereka.”

> Rania menggenggam dadanya.

Dia… pernah kehilangan kenangan terbesarnya.

Dan kini, mungkin luka itu… yang jadi kunci menyelamatkan putrinya.

---

Malam itu, Rania berdiri di tengah lingkaran sihir waktu, diapit Reina, Kaen, dan Alendra.

Ia memegang jam kristal pemberian Savana.

Kaen mencium keningnya, menatapnya dalam-dalam.

“Kalau waktu mencoba menghapusmu lagi… ingat siapa dirimu, Rania.”

Rania tersenyum lemah. “Dan ingat siapa yang harus kucari… di dimensi manapun.”

Dengan teriakan mantra dimensi…

> Portal terbuka.

Angin hijau melolong seperti rindu.

Dan tubuh Rania diserap ke dalam cahaya Dimensi Keenam.

> Di balik dunia ini…

Sebuah dunia baru menanti.

Dan Anak Waktu menunggu… untuk ditemukan.

More Chapters