Dua hari setelah insiden Serigala Berjubah Emas, Jainal meninggalkan biara lebih pagi dari biasanya. Anak itu mulai belajar bercakap dengan anak-anak lain, dan untuk pertama kalinya—tersenyum, meski hanya sedikit. Itulah alasan Jainal mempercepat langkahnya hari ini: untuk menjaga senyum itu tetap hidup, dunia ini harus dibersihkan dari kegelapan yang tersembunyi.
Ia menyusuri jalan menuju arsip tua di sisi timur Thural, sebuah bangunan bata merah yang setengah runtuh tapi masih dijaga dua petugas sipil berseragam longgar. Mereka menatap curiga, tapi Jainal menunjukkan dokumen pemulung palsu yang ia dapatkan dari kontak sebelumnya.
> “Cuma cari logam bekas untuk dijual ulang,” ujarnya datar.
“Jangan lebih dari satu jam,” kata petugas, lalu membuka gerbang berkarat.
Begitu masuk, Jainal segera menuju lantai bawah tanah, tempat dokumen pengiriman tua, surat-surat gilda, dan laporan sensorik yang tak lagi diurus dibiarkan membusuk bersama debu dan tikus.
---
Tujuan Jainal bukan sekadar membaca. Ia mencari pola. Dan ia menemukannya—dalam bentuk surat-surat tanpa pengirim, dicap dengan segel lilin tak resmi, diselipkan di antara laporan logistik biasa.
Salah satu surat bertuliskan:
> “Target ‘Koridor Tengah’ berhasil dinetralkan. Laporan dari Karsel sesuai prediksi. Perintah berikutnya: aktifkan PosRiset03.”
Jainal mengepalkan tangan. Surat itu membuktikan bahwa kehancuran Desa Karsel adalah bagian dari rencana terstruktur. Dan ada “PosRiset03”—mungkin markas penelitian magitek tersembunyi di wilayah timur.
Surat lainnya mencantumkan nama-nama sandi dan kode:
L02 - diamkan reaksi warga, tidak dibuka ke media.
T07 - awasi semua pemulihan anak, cari tanda “pecah sihir.”
P03 - awasi potensi pelarian eksperimen.
> “Eksperimen?” gumam Jainal. “Mereka bukan hanya menghancurkan desa. Mereka menguji... sesuatu.”
---
Suara langkah di atas membuatnya menegang. Ia menyembunyikan surat-surat itu ke dalam lapisan ganda jubah dan menarik tudung lebih dalam. Seorang pekerja datang, membawa kantong abu dari arsip yang akan dibakar.
Jainal membiarkannya lewat. Tapi sebelum keluar dari ruang bawah tanah, ia sempat melihat satu kotak kayu kecil, tersegel dan tertulis dengan huruf pudar:
> K01 – Tangan Kirimu Sudah Melihat
Kata-kata itu aneh, puitis. Tapi terasa seperti sandi. Ia tidak membuka kotak itu, tapi mencatatnya.
> “K01... mungkin Pos Riset lain? Atau target berikutnya?”
---
Saat keluar dari gedung, Jainal berjalan menuju kafe tua tempat para kurir berkumpul. Ia mengenali salah satunya: Rykel, bekas kurir kerajaan yang kini bekerja serabutan.
> “Pernah dengar tentang ‘PosRiset03’?”
Rykel mengangkat alis. “Itu istilah jadul. Dulu ada rumor tentang tempat rahasia di Pegunungan Timur. Tapi katanya dihancurkan waktu pemberontakan gagal dua tahun lalu.”
“Dan kalau ternyata belum hancur?”
“Berarti... masih ada orang di dalam yang mainsihir dengan hukum mereka sendiri.”
Rykel tak mau bicara lebih lanjut. Tapi ia menyelipkan secarik kertas ke telapak Jainal sebelum pergi.
> “Jika kau benar-benar mau tahu, cari ‘Tanda Luka’ di Pasar Bawah. Tapi hati-hati, mereka bukan orang yang mau diganggu.”
---
Malam itu, di biara, Jainal menatap langit dari jendela sempit kamar. Sang anak tertidur memeluk boneka kayunya. Tak ada tanda bahwa dunia sedang retak di sekeliling mereka.
Tapi surat-surat itu masih ada di tangannya. Bukti bahwa perang ini bukan sekadar senjata dan sihir. Perang ini adalah rangkaian eksperimen, penghilangan, dan manipulasi kesadaran publik.
> “Tangan kirimu sudah melihat...” gumam Jainal. “Mereka bahkan menyandikan perintah dalam puisi. Ini bukan hanya taktik... ini kultus.”
Ia menutup jurnal malam ini dengan satu kalimat:
> “Mereka menyembunyikan kebenaran dalam surat yang tidak pernah ditujukan.”