Ficool

Chapter 20 - Jejak-jejak Kebaikan yang Ditinggalkan

Hari-hari di pesantren tak hanya mengubah cara Rangga melihat dunia, tapi juga caranya melihat dirinya sendiri.

Dulu, ia hanya dikenal sebagai anak jalanan. Sekarang, namanya mulai disebut-sebut oleh adik-adik kelas yang ingin belajar bongkar motor atau bahkan hanya sekadar minta ditemani ngobrol. Banyak dari mereka yang melihat Rangga bukan sekadar kakak kelas, tapi seperti abang sendiri—yang bisa jadi teman, jadi pelindung, sekaligus jadi inspirasi.

Suatu sore, saat matahari mulai turun perlahan di balik tembok pesantren, seorang anak baru datang menghampirinya.

> "Bang, bener ya… abang dulunya suka ngamen juga?"

Rangga menoleh, senyumnya tenang.

> "Iya, kenapa?"

> "Keren, Bang… aku juga dulu suka ngamen. Tapi malu cerita."

Rangga duduk di samping anak itu, menepuk pundaknya pelan.

> "Nggak usah malu. Justru masa lalu kita yang bikin kita kuat. Kita nggak bisa milih mau lahir di mana… tapi kita bisa milih mau jadi apa sekarang."

Anak itu tersenyum, dan hari itu menjadi awal dari hubungan baru. Bukan hanya sebagai guru dan murid, tapi sebagai saudara seperjuangan.

---

Di waktu yang lain, Abah sempat mengajak Rangga untuk ikut sesi pelatihan bersama tamu dari luar—seorang praktisi digital dan pengusaha muda.

Saat sesi itu berlangsung, Rangga diberi kesempatan untuk berdiri dan memperkenalkan diri.

> "Saya Rangga… dulunya ngamen, sekarang belajar digital dan otomotif di sini. Cita-cita saya buka bengkel."

Tepuk tangan pun bergema di ruangan. Dan dari sana, mulailah muncul kesempatan-kesempatan baru. Rangga diajak ikut pelatihan wirausaha, diajari cara promosi online, bahkan mulai membuat akun media sosial untuk dokumentasi hasil servisnya.

---

Satu per satu, benih kebaikan yang ia tanam mulai tumbuh. Tak hanya untuk dirinya, tapi untuk orang-orang di sekitarnya.

Dari anak jalanan menjadi penginspirasi.

Dari pengamen menjadi pemimpi.

Dari pemimpi menjadi perintis.

More Chapters