Sontak semua orang yang ada ditempat ini, Scramble Arena dan penonton dibalik tebing pegunungan Mours terdiam tidak percaya dengan apa yang mereka lihat.
Semuanya membeku bahkan tak hanya hanyanya saja yang dingin, namun langit juga berubah menjadi mendung dituruni oleh salju.
Padahal saat ini adalah musim panas, mustahil ada orang sekuat itu menentang hukum alam hingga memaksa langit berada dibawah kakinya.
"Luar biasa"
Jester bertepuk tangan dari kejauhan menyaksikan betapa mengerikannya kekuatan tuan Rem.
Pantas saja sikapnya sangatlah dingin ternyata tuan Rem juga mempunyai kekuatan elemen es. Tak sia sia baginya menjadi ajudan setianya.
Napstylea juga kagum melihatnya, dia menatap langit yang berubah dalam waktu singkat.
"Bahkan langitpun tidak bisa membendung kemutlakan tuan Rem?"
Lirihnya sambil tetap mencoba fokus pada pertarungan yang sedang berlasung itu.
Diseberang sana, Teos dan ayahnya Jeosets tampak ketakutan dan khawatir dengan keselamatan salah satu pewaris utama keluarga Greyres.
"Dasar anak bodoh, tidak seharusnya dia mencari kematiannya sendiri?"...
Jeosets mengutuk putra keduanya yang ternyata menantang orang yang salah.
Dilihat dari jauh saja dia terlihat sangatlah kuat dan menyimpan misteries yang mendalam.
"Kita tidak bisa mengacau pertarungan mereka ayah, dan bukan tidak mungkin...
"Adik harus mati ditangan pemuda itu?"
Teos berharap akan adanya sebuah keajaiban berpihak pada adiknya meski itu tidaklah mungkin.
"Arrrgh!"
"Brakk!
Jeafrys terjatuh dengan memuntahkan banyak tegukan darah segar dari mulutnya.
Belum saja dia memulai serangan dia sudah kalah telak hanya terkena hembusan angin dingin yang membekukan darahnya.
Dia baru sadar mungkin ini adalah akhir baginya, dan Jeafrys hanya bisa menatap sosok yang dia benci selama lamanya itu.
"Aku tidak menyangka akan kalah telak begitu saja?"...
Jeafrys terduduk ditanah yang berhamburan salju dalam keadaan posisi berlutut.
Dia pasrah menunggu kematian datang kepadanya sebab Jeafrys sadar dia mustahil membalikkan keadaan.
Kutukan Ironhead Sword Curses langsung menghilang begitu saja saat hawa angin dingin menerpanya. Jeafrys saat ini seperti seekor ikan yang berada didaratan menunggu waktu kematiannya datang.
"Aku hanya memamerkan salah satu kekuatanku saja? Mengapa keparat itu menyerah begitu saja?"
Siapa sangka rupanya Storm mengetes kekuatan Ice Emperor miliknya dan tidak menyangka aksinya dianggap membunuh oleh orang 2.
Storm menggaruk kepalanya dengan sedikit canggung.
"Aku tidak akan membunuhmu tetapi...
"Aku akan memberimu sedikit pelajaran berharga bagimu bahwa terimalah takdir yang tak bisa kau terima!"...
"Dan carilah takdir yang kau cari sepenuh hati karena awal tak seindah akhir!"...
Storm memajukan Glyzier Slasher miliknya kedepan, lalu.
"Whussh!
Hembusan angin kencang seperti badai salju menerjang Jeafrys hingga tersungkur dihamparan salju.
Storm memilih mengampuni Jeafrys, sebab walau bagaimanapun dia seorang manusia. Dia lebih baik memberi jera terhadapnya dengan harapan tidak mengacau hubungannya dengan pacarnya, yakni Arabels.
"ARRRH"
Jeafrys meringkuk seperti udang dengan menggeliat liat mengerang kesakitan.
Tuan muda Greyres itu dalam keadaan yang memilukan, satu tangannya terpotong dan satu matanya hancur.
Jeafrys benar benar merasa sakit atas kehilangan dua anggota bagian tubuhnya.
"Jika kau bersikeras tetap membunuhku dilain waktu, maka aku tidak akan berdiam diri saja...
"Keluarga Greyres akan musnah dari dunia ini!"
Storm mengancam Jeafrys untuk berubah diri menjadi lebih baik lagi.
Namun jika dia masih berniat membunuhnya maka Storm tak akan tinggal diam saja. Dia akan membantai keluarga Greyres baik sekutu dan antek anteknya hingga keakar akarnya.
Lalu setelah memberi peringtan itu, Storm melesat meninggalkan Scramble Arena yang dipenuhi oleh hamparan salju itu.
"Baik, baik, aku tidak akan mengganggumu lagi...
Jeafrys segera bersujud syukur dengan khitmad meski darah segar mengalir diwajahnya.
Jeafrys merelakan Arabels bersama Rem sebab sekarang dia tahu siapa sebenarnya Rem Scraster itu. Hanya dengan sedikit kekuatannya saja, dia sudah hampir mati namun dia masih diberi pengampunan olehnya.
Jeafrys bertobat mulai saat ini dia tidak akan menggangu apalagi berurusan dengannya.
"Terima kasih tuan Rem...
"Anda mau bermurah hati mengampuni nyawa saya ini!"
Bahkan Jeafrys merendahkan statusnya serendah rendahnya layaknya seorang pelayan.
Setelah kejadian ini Jeafrys tidak mempermasalahkan melihatnya bersama gadis pujaan hatinya.
Benar apa perkataannya itu bahwa, carilah takdir yang dia cari dengan sepenuh hati. Jeafrys menyadari mungkin dia tidak ditakdirkan bersama Arabels.
Jeafrys yakin jika akan ada penggantinya dikemudian hari.
Ikhlas mengajarkan satu hal bahwa cinta tidak bisa dipaksakan apalagi mencintai dalam keadaan diam tanpa adanya kenyataan.
Maka mungkin suatu saat nanti akan hadir seseorang yang mengisi hati yang hampa ini, lalu berakhir hidup damai dalam kebersamaan.