Ficool

Chapter 2 - chapter 2

"Aku Masih belum bisa menerima kenyataan ini."

Didepan mataku wanita ini mengaku sebagai administrator bumi atau apalah itu, dan tidak

hanya itu, Professor yang seingatku tidak pernah berbohong membenarkan pernyataannya.

Mau tidak mau aku harus percaya.

"Ah, sepertinya aku harus menjelaskannya dari awal karena kalian sepertinya merahasiakannya

dari Sophia."

Grill mulai menjelaskan dari awal

"Sekeras apapun Billy mencoba, dia tidak akan berhasil memasukkan jiwa kedalam robot,

karena dia juga hanyalah manusia. Tapi suatu hari dia menyadari keberadaan administrator dan

meminta bantuanku."

"Jadi intinya professor meminta bantuanmu untuk memasukkan jiwanya kedalam robot karena

hanya kamu yang bisa melakukannya."

"Benar, dan bukan hanya jiwanya tapi jiwamu juga Sophia."

"Eh, aku juga?"

"Karena kamu pintar, Billy membutuhkan partner yang berbakat untuk merenovasi bumi. Seperti

yang kau tau, manusia tidak akan menurut hanya dengan argumen."

"Kalau begitu siapa aku sebenarnya? Aku tidak merasa mengingatnya sama sekali."

"Kamu akan kehilangan ingatan setelah jiwa terlepas dari tubuhmu, Billy mengingat masa

lalunya karena dia berusaha mengingatnya, tapi kamu tidak berusaha mengingatnya sama

sekali kan?."

"Sudahlah katakan saja."

"Hmm, kamu adalah anak yatim piatu yang dipungut Billy dari panti asuhan. Sepertinya kamu

sudah ada disana sejak balita."

"Ooh, masa laluku cukup menyedihkan ya. Sekarang aku merasa menjadi protagonis utama

sebuah cerita."

"Itu tidak relevan master. Anda terlalu banyak membunuh untuk menjadi protagonis."

"Itu tergantung sudut pandang Nero. Aku melakukannya untuk perdamaian. kau yang hanya

robot tidak akan memahaminya."

Eh tapi tunggu, bisa jadi..

"Nero, apa kau juga memiliki jiwa?"

Nero mengeluarkan ekspresi seperti (eh baru sadar?)

"Ya"

Tapi tunggu, bukankah tidak ada alasan untuk menciptakan Nero? Dia memang bisa melakukan

banyak hal, tapi bukankah dia hanya mengandalkan alat alat yang kubuat?

"Aku memutuskan membuatnya karena kamu tidak bisa dipercaya."

Professor menjawab sebelum aku sempat bertanya.

"Apa maksudmu Professor?! Dia hanya mengandalkan peralatanku. Kenapa harus aku yang

tidak bisa dipercaya? Nero bahkan tidak terlalu pintar."

"Memang benar bahwa aku tidak terlalu pintar, tapi setidaknya aku memiliki akal sehat, tidak

sepertimu master."

"Pernyataanmu ditolak! Bagian mana dari diriku yang tidak berakal sehat?."

"Bukankah master pernah mencoba melakukan penelitian yang tidak menusiawi dengan

menculik pengantar pizza? Aku bertugas menghentikanmu disaat saat seperti itu."

"Sophia! Aku belum pernah mendengarnya, bisakah kau ceritakan padaku?"

Professor mengancam dengan mata tajam, eh tunggu, matanya memang selalu tajam, tapi

sekarang aku merasa merinding.

"Tenang Professor, tarik nafas dalam dalam.

Benar juga, pada akhirnya aku tidak pernah melakukannya jadi aman,oke?"

"Sudah sudah. Mari masuk ke topik utama. Bill, bisakah kau jelaskan?"

"Sebentar. Ini masalah serius. Biarkan aku setidaknya melepas telinga yang tidak berguna ini."

Professor mencoba Meraih telingaku.

"Hentikan professor, kau tau aku lebih kuat darimu kan?"

" Ya. Tapi aku punya kewajiban untuk mendidikmu."

"Billy maafkanlah Sophia. Lagipula dia belum melakukannya."

"Hahhh." Professor menghela nafas dan berhenti mencengkram tanganku.

"Terima kasih grill, hebat sekali kau bisa menasihati Professor."

"Hmm, sama sama. Jadi bisakah kau melanjutkannya Billy?"

"baiklah, kau sudah mengerti bahwa yang membantuku adalah grill kan, Sophia?"

"Ya, aku paham garis besarnya."

"Dan saat membantuku grill mengajukan satu persyaratan."

"Ohh. Dan apa persyaratan tersebut wahai grill." Aku bertanya dengan wajah antusias.

"Sekitar lima puluh tahun cahaya dari bumi, ada sebuah planet yang rusak." Akhirnya tetap grill

yang menjelaskan.

"Dan apakah itu berbahaya bagi bumi? Kenapa kau begitu khawatir?"

"Tidak, itu Sama sekali tidak berbahaya bagi bumi. Tapi aku tidak ingin planet itu hancur.

Sebenarnya planet itu memiliki kehidupan."

"Wah! itu akan menjadi berita besar. Setahuku, selain bumi cuma Venus yang memiliki

kehidupan. Itupun hanya bakteri. Apakah aku bisa menganggap ada alien disana?"

"Syukurlah kalau kamu begitu semangat. Tapi mahluk yang ada disana bukanlah bakteri

maupun alien. Mereka kurang lebih sangat mirip dengan manusia. Bahkan ada manusia disana.

Kamu sebaiknya mencari tahunya sendiri. Ada sesuatu yang aku ingin kamu lakukan disana."

"Ohh. Jadi ini dia persyaratannya. Mari dengarkan."

"ini akan panjang, jadi aku berharap kamu bisa diam sementara aku menjelaskan."

"Oke." Setelah itu Grill mulai menjelaskan.

"Para mahluk di planet itu tidak pernah berhenti berperang karena keberadaan sihir. Eits, tahan

dulu pertanyaan itu."

Grill segera menyergah saat aku baru membuka mulut

"Sihir adalah pondasi penting untuk keberlangsungan kehidupan sebuah planet. Kami, para

administrator muncul karena menyerap energi sisa yang dikeluarkan sebuah planet."

Grill berhenti sejenak untuk memakan camilan dimeja.

"Jika para mahluk di sebuah planet menggunakan sihir, administrator akan melemah bahkan

bisa lenyap. Jadi aku ingin kamu merevolusi dan menciptakan perdamaian di dunia itu dengan

kekuatanmu seperti yang biasa kau lakukan. Dengan begitu, sihir akan berhenti berkembang.

Setelah itu aku ingin kamu menyebarkan sedikit pengetahuanmu agar mereka tidak bergantung

pada sihir. Dengan begitu, cepat atau lambat sihir akan hilang."

"Begitu ya. Jadi intinya, bunuh"

"Yah intinya memang begitu, tapi kau tidak harus mengatakan 'bunuh yang melawan' kan?

Apakah kamu sangat menyukai membunuh?"

"Aku tidak terlalu menyukainya sih, tapi kupikir itu adalah cara tercepat. Ngomong ngomong

kenapa mereka berperang?"

"Karena dengan sihir, satu orang bisa saja memiliki kekuatan tempur yang setara sebuah

pasukan. Ini seperti ada ratusan orang sepertimu yang berbeda pendapat. Menurutmu apa

yang akan terjadi jika kamu berkonflik dengan Billy?"

"Mmm? Perang dunia ke empat akan pecah?"

"Seperti itulah. Jadi? Kamu menerima persyaratan ini, Sophia?"

"Diterima."

"Baiklah kalau begitu..." Grill merentangkan tangan kirinya di udara.

"Wow."

Aku terkejut. Dari tangan kirinya muncul lingkaran hitam dengan desain yang rumit. Dari situ dia

mengeluarkan sebilah pedang.

"Ini hadiah dariku. Dengan ini kamu akan bisa menggunakan setengah dari sihirku, kupikir kau

akan membutuhkannya."

"Hmmmmmmm." Aku menerima pedang itu sambil tersenyum lebar.

Pedang itu sangat besar. Jika aku berdiri disebelahnya, ujungnya akan mencapai telingaku.

Pegangannya berwarna hitam dengan motif abu-abu, bilahnya transparan seperti kaca dengan

warna ungu pucat. Bilahnya tidak rapi dan dan terlihat seakan telah melewati banyak

pertempuran. Tapi penampilannya sama sekali tidak penting selama aku bisa menggunakan

sihir.

"Pertempuran seperti apa yang membuat pedang ini rusak, wahai grill?"

"Tidak, itu bukan karena pertempuran. Pedang itu kubuat dengan obsidian, jadi hempir mustahil

untuk membuatnya terlihat rapi."

"Obsidian? Artinya ini sangat tajam, kan?

Tapi bukankah mudah pecah?"

"Tenang, aku sudah meningkatkan pertahanannya dengan sihir, pedang itu setidaknya sama

kuatnya dengan baja hitam yang kau gunakan untuk membuat tubuhmu. Tapi itu sangat berat

bahkan untukmu, kusarankan untuk mempelajari sihir tata ruang setelah tiba disana."

"Oke, jadi kapan aku akan berangkat?"

"Kapanpun kau mau. Pertama, mintalah koordinatnya pada Billy."

"Dimengerti."

"Baiklah, aku akan pergi. Lakukan sisanya Sophia."

"Oke."

Grill segera membuka lubah hitam dan pergi.

**

Beberapa jam sebelum keberangkatan.

Setelah Professor memberiku koordinat yang dibicarakan Grill, aku segera berkemas. Dilihat

dari jaraknya dari bumi, perjalanan setidaknya akan memakan waktu tiga ratus tahun. Karna itu,

hal yang harus disiapkan pertama adalah kapsul tidur dan pasokan energi yang gila. Tapi itu

bukan masalah serius. Yang menjadi masalah adalah.

"Tujuh puluh persen?!"

Beberapa hari ini aku hanya berlatih dengan pedang obsidian dan mencoba mengeluarkan

kekuatannya. Hal pertama yang kupelajari adalah cara untuk membuatnya terbang agar aku

bisa terbang dengan menaikkan. Ternyata ini cukup mudah dan juga ini nyaman karena

bilahnya selebar diameter paha pria dewasa. Saat aku memutuskan beristirahat dan melirik

punggung tanganku aku terkejut. Punggung tanganku memiliki angka angka yang bersinar

untuk menunjukkan sisa energiku.

"Energiku seharusnya cukup untuk satu tahun untuk setiap pengisian, tapi sudah berkurang tiga

puluh persen hanya dengan berlatih sihir? Sejak kapan sihir memerlukan listrik? Apa kau

bercanda, pedang sialan?"

Kupikir baru sebulan sejak Grill memberikan pedang ini padaku dan baru seminggu sejak aku

mulai berlatih tapi energiku sudah berkurang drastis.

"Sepertinya masalahnya bukan pada sihirnya master. Grill bilang pedang itu berat, Cobalah

menimbangnya." Mengikuti pendapat Nero, aku mencoba menimbangnya di sudut ruangan

dan..

"Wow." Nero kagum.

Aku terdiam menatap angka di timbangan Mulutku terbuka lebar.

"Pantas saja energimu berkurang drastis master. Pedang ini dua kali lebih berat dari tubuhmu.

Ini seperti memainkan dua game di satu komputer secara bersamaan. Bukan begitu master?"

"Tiga ratus kilogram? Jangan bercanda! Bagaimana benda ini bisa sangat berat?"

"Percuma jika kamu mempelajari logika sihir master. Lagipula, apakah anda memahami kenapa

pedang itu bisa terbang padahal tidak ada alat tertentu didalamnya?"

"Benar juga. Lalu apa yang harus kulakukan? Aku belum mempelajari sihir tata ruang."

"Bagaimana kalau anda menyimpannya di suatu tempat? Lagipula kenapa master terus

membawanya? Bukankah master masih bisa berlatih sihir tanpa membawanya?"

Sekarang entah bagaimana aku memang bisa menggunakan sihir tanpa menyentuhnya seperti

saat aku mengendalikannya di udara. Tapi..

"pedang ini sekarang adalah belahan jiwaku. aku tidak akan meninggalkannya."

Nero menghela nafas dan berkata. "Asal kau tahu master, Aku Sama sekali tidak berniat

mencurinya. Lagipula menurutku hanya master yang bisa menggunakannya."

"Benarkah? Kalau begitu cobalah."

Aku menyerahkan pedang itu kepada Nero dan dia menggigit gagangnya. Sepertinya itu terlalu

berat untuk Nero karna ujung pedangnya segera jatuh ke lantai saat aku melepasnya.

"Ngomong ngomong bagaimana cara menggunakan sihir?"

"Bayangkan saja pedang itu terbang dan bayangkan sebuah tali yang terhubung dengannya

untuk mengontrolnya."

"Jika hanya seperti itu kenapa master kesulitan berhari hari?"

"Awalnya aku mencoba melakukan seperti di game dengan berteriak 'terbanglah!' atau 'ikuti

perintahku!' tapi itu tidak berfungsi. Saat aku mencoba konsentrasi dan hanya

membayangkannya aku tiba tiba berhasil."

"Ahh. Betapa absurdnya."

"Diamlah lakukan saja."

"Oke."

Semenit, dan tidak terjadi apa-apa.

"Haha. Baguslah jika hanya aku yang bisa menggunakannya ehhh.."

Nero berhasil membuatnya melayang dua meter diudara, tapi setelah itu segera jatuh kelantai.

"Apa apaan ini?! Padahal aku baru saja merasa menjadi pahlawan yang menyelamatkan

seluruh dunia dengan kekuatan dewa. Sialan kau Nero!"

Nero tidak menghiraukanku. Sebaliknya, dia terdiam dengan wajah tercengang.

"Oi Nero katakan sesuatu. Apakah kau sebahagia itu setelah merampas kekuatanku?"

"Aku berhasil menggunakan sihir hanya dengan berlatih satu menit? Ada apa denganku?

Apakah aku tertular sifat diluar nalar master karena selalu bersamanya? Ini tidak baik,

Sebaiknya aku menjaga jarak."

"Sialan!"

"Tidak!" Nero berlari saat aku mencoba meraihnya. Tapi saat itu juga sebuah lingkaran hitam

terbentuk dibelakangku.

"Hallo Sophia. Sepertinya kau sedang bersemangat ya."

Grill dan profesional keluar dari lubang hitam. Grill menyapaku dari belakang punggung

Professor dan professor tetap diam seperti biasa.

"Oii sialan! Setidaknya bisakah kalian masuk lewat pintu depan? Ada batasan untuk menjadi

menyebalkan."

"Master. Kau terlalu banyak berkata sialan hari ini." Nero mulai menghina tuannya.

"Jangan khawatir, sialan adalah kata kata pertamaku ketika dilahirkan."

"Luar biasa, Anda sepertinya mulai mengingat masa lalu anda ya. Meskipun hanya bagian

buruknya."

"Kami disini hanya untuk mengantarmu. Aku minta maaf karena menerobos kapalmu, jadi

tenanglah oke?" (Grill)

"Cih." Aku membalikkan badanku dan duduk di pedang yang kuterbangkan.

"Ohh, Tak kusangka kau sudah mulai bisa menggunakan sihir. Kata jenius sepertinya memang

cocok untukmu."

"Tentu saja."

"Jadi, kapan kamu berangkat?"

"Aku akan berangkat tengah malam agar tidak terlalu mencolok. Akan bahaya jika keberadaan

Fortress diketahui banyak orang."

"Baiklah kalau begitu waktunya pesta! Tapi apakah kalian para robot membutuhkan makanan?"

"Setidaknya aku bisa merasakan semua yang dirasakan manusia kecuali rasa lelah lapar dan

sakit."

"Syukurlah. Aku sudah membawa banyak makanan dan minuman."

Grill membuka lubang hitam dan menarik sejumlah makanan dari sana. Dia meletakkannya di

meja di pojok ruangan yang menghadap ke laut.

"Professor, setidaknya bisakah kau tersenyum? Kita akan berpesta dan kau malah terlihat

seperti pegawai baru yang diberi tugas lembur."

Aku mulai bersemangat dan membujuk profesor Billy untuk tersenyum. Professor Billy

menghela nafas dan mencoba tersenyum.

"Uahh Mengerikan, senyumanmu terlihat seperti yakuza Professor."

Aku memang penasaran dengan senyuman Professor. Tapi sekarang aku tidak ingin

melihatnya.

"Kaulah yang meminta melakukannya sialan."

"Ahahahaha."

"Baiklah. Cheers!" Kami berempat mengangkat gelas masing-masing.

***

"Tetaplah sehat Sophia." Grill mengucapkan salam perpisahan sambil tersenyum.

"Baiklah, meskipun aku tidak pernah sakit."

"Oh aku hampir lupa. Energi di pedang itu terbatas, saat energinya tersisa lima puluh persen,

warna bilahnya akan berubah menjadi hitam legam."

"Benarkah? Padahal aku berharap bisa menggunakannya seumur hidup."

"Baiklah, sebaiknya kalian segera berangkat atau suasana ini akan menjadi semakin berat. Kau

tidak punya sesuatu untuk dikatakan, Billy?"

"Tidak." Professor menjawab tanpa ekspresi.

"Tenang Professor. Aku tidak pernah mengharapkan keramahan dari orang sedingin Professor."

"Baguslah."

"Baiklah, sampai jumpa." Grill segera membuka lubang hitam dan mengajak Professor masuk.

"Hm." Professor masuk ke lubang hitam dan Grill mengikutinya. Lubang tertutup dan lenyap

tanpa bekas.

"Mereka terlihat seperti pasangan."

"Karena pada dasarnya itu adalah cinta yang bertepuk sebelah tangan." Nero menjawab

gumamanku

"Eh, Maksudmu profesor menembak Grill dan tertolak?"

"Sebaliknya, Grill lah yang menembak profesor dan ditolak."

"Jangan bercanda."

"Master tidak menyadarinya? Jika anda perhatikan, Grill selalu berjalan di belakang profesor

kan? Itu adalah salah satu tandanya."

"Bagaimana kau bisa tau bahwa Grill ditolak?"

"Professor curhat padaku saat itu."

"Kenapa bukan aku yang diberi tahu?"

"Satu satunya hal yang membuat master tertarik adalah bereksperimen. Tentu bukan pilihan

yang tepat untuk membicarakan hal ini denganmu."

"Cih."

"Baiklah saatnya berangkat. Silahkan masuk ke kapsul tidur master."

"Yah, sepertinya lebih baik begitu."

Aku masuk ke kapsul dan memejamkan mataku.

More Chapters