Keputusan Arka untuk meninggalkan pencarian Ikan Emas tidak datang begitu saja. Selama beberapa hari, ia berjalan tanpa arah yang jelas, perasaan lega dan cemas bergantian datang silih berganti. Meskipun ia tahu bahwa pencariannya bukan hanya tentang ikan itu, tetapi lebih kepada pemahaman yang lebih dalam tentang dirinya dan kehidupan, ia masih merasa ada sesuatu yang belum selesai.
Desa Lembah Hijau, tempat yang menjadi asal usulnya, semakin dekat. Hanya beberapa hari perjalanan lagi, dan Arka tahu ia akan tiba di sana dengan pemahaman yang baru. Namun, ia juga tahu bahwa ia tidak bisa kembali dengan tangan kosong. Kakek Tanu, teman-teman, dan seluruh desa menantinya untuk membawa perubahan, untuk membawa hujan yang bisa menyelamatkan tanah mereka yang kering.
Dengan langkah pasti, Arka terus melangkah. Di sepanjang perjalanan, ia kembali merenung. Apa yang bisa ia lakukan? Bagaimana ia bisa menyelamatkan desanya, meskipun ia tidak lagi berfokus pada Ikan Emas? Namun, setiap kali perasaan itu muncul, ia segera mengingat kata-kata Penjaga Sungai Emas: "Terkadang, kita tidak mendapatkan apa yang kita inginkan, tetapi kita akan mendapatkan apa yang kita butuhkan."
Hari itu, saat ia tiba di perbatasan desa, cuaca tiba-tiba berubah. Awan hitam mulai menggulung di langit, dan angin yang sebelumnya tenang kini berubah menjadi kencang. Arka berhenti sejenak, menatap langit yang berubah begitu cepat. Ia merasa ada sesuatu yang besar yang akan terjadi. Tanpa ia sadari, ia berlari menuju desa, berharap bahwa ia masih punya waktu untuk melakukan sesuatu.
Ketika Arka sampai di tengah desa, ia melihat Kakek Tanu yang sedang berdiri di depan rumah mereka. Wajah Kakek terlihat lelah dan cemas, namun matanya tetap penuh harapan. "Kau sudah kembali," kata Kakek dengan suara yang sedikit bergetar.
Arka hanya mengangguk. "Maafkan aku, Kek. Aku belum berhasil menangkap Ikan Emas. Namun, aku sudah memahami satu hal: itu bukan yang terpenting."
Kakek Tanu menatap Arka dengan tajam, seolah mencari penjelasan lebih lanjut. "Jadi apa yang kau bawa pulang, Arka?"
Arka berhenti sejenak, berpikir keras. "Aku tidak membawa ikan itu, Kek. Tapi aku membawa satu pemahaman yang lebih penting. Untuk menyelamatkan desa, aku tidak perlu menangkap ikan atau mencari sesuatu yang ada di luar sana. Yang perlu kita lakukan adalah percaya dan bekerja bersama. Kita perlu belajar mengatasi kesulitan ini dengan cara kita sendiri."
Kakek Tanu terdiam. Arka bisa melihat bahwa Kakek sedang merenung, mencoba menyerap kata-kata yang baru saja ia ucapkan. Lalu, Kakek itu menepuk bahu Arka dengan lembut. "Mungkin, Arka, yang kita butuhkan bukan ikan itu, tetapi keberanian untuk menghadapinya bersama."
Pada saat itu, langit yang sebelumnya gelap tiba-tiba terang. Awan hitam mulai terpisah, dan sinar bulan yang terang menyinari desa. Arka menoleh ke langit, merasa bahwa ada sesuatu yang sangat kuat yang terjadi di atas mereka. Tiba-tiba, hujan turun dengan deras.
Air hujan yang pertama kali menyentuh tanah terasa seperti berkah yang telah lama dinanti. Suara air yang turun terdengar seperti musik bagi telinga Arka, dan ia tidak bisa menahan senyum yang mengembang di wajahnya. Desa yang selama ini kering, tanah yang hampir tidak mampu lagi menyerap air, kini seolah diselimuti dengan keajaiban. Hujan yang turun begitu deras, membawa harapan baru bagi seluruh desa.
Desa Lembah Hijau tidak hanya diselamatkan oleh hujan, tetapi juga oleh pemahaman baru yang dimiliki Arka. Ia telah mengerti bahwa terkadang, jawaban yang kita cari tidak datang dengan cara yang kita inginkan, tetapi dengan cara yang lebih besar dari yang kita bayangkan.
Malam itu, setelah hujan turun, Arka berdiri di tepi sungai yang kini kembali hidup dengan air yang lebih banyak. Ia menyaksikan bagaimana air yang mengalir membawa kehidupan kembali ke desa. Tanaman yang tadinya layu mulai menyerap air, dan tanah yang kering mulai menjadi subur kembali. Arka merasakan kedamaian yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Seiring dengan itu, ia merasa bahwa ada yang lebih dari sekadar hujan yang turun. Arka merasa bahwa dengan ketulusan hatinya untuk membantu, tanpa mengharapkan imbalan, ia telah membawa perubahan yang jauh lebih besar dari apa yang pernah ia bayangkan. Keberanian untuk melepaskan keinginan pribadi dan menerima jalan hidup yang diberikan kepadanya ternyata membawa hasil yang jauh lebih indah.
Beberapa minggu kemudian, desa Lembah Hijau kembali bangkit. Tanaman subur, tanah yang kering kini mulai kembali mengairi kehidupan mereka. Kakek Tanu dan seluruh penduduk desa menyadari bahwa apa yang mereka perlukan tidak hanya keberanian Arka, tetapi juga pengorbanan dan ketulusan hati untuk menghadapinya bersama. Keberhasilan mereka tidak hanya datang dari Ikan Emas, tetapi dari pemahaman bahwa hidup ini penuh dengan kejutan yang lebih besar daripada yang dapat kita rencanakan.
Pada malam yang tenang setelah hujan, Arka duduk di tepi sungai, menatap air yang kini berkilau di bawah sinar bulan. Ia merasa bahwa perjalanannya yang panjang dan penuh ujian telah membawanya pada satu pelajaran penting: bahwa keberhasilan sejati tidak selalu datang dalam bentuk yang kita inginkan, tetapi dalam bentuk yang kita butuhkan.
Dengan senyum kecil di wajahnya, Arka tahu bahwa ia telah menemukan tujuan hidupnya yang sebenarnya. Ia bukan hanya pahlawan bagi desanya, tetapi juga pahlawan untuk dirinya sendiri, karena ia telah belajar untuk melepaskan keinginan yang tidak perlu dan menerima kenyataan dengan hati yang terbuka.
Bab 8 berakhir dengan Arka yang menyadari bahwa terkadang yang kita butuhkan bukanlah apa yang kita inginkan, tetapi apa yang datang dengan cara yang lebih besar dan lebih penuh makna. Hujan yang turun, desa yang kembali subur, dan pemahaman yang mendalam tentang dirinya sendiri membuatnya merasa lebih siap untuk menghadapi perjalanan hidup yang lebih panjang. Ia tidak lagi mengejar sesuatu yang berada di luar dirinya, tetapi lebih kepada bagaimana ia bisa memberi manfaat bagi dunia sekitar dengan cara yang lebih tulus.