Ficool

Chapter 2 - Terlihat Indah Namun Bisa Melukai

Bab 2: Luka Tak Selalu Berdarah

Vera tertawa keras di ruang organisasi kampus, menyodorkan lembar proposal acara kepada Alya seolah tidak pernah ada apa-apa. Seolah tangan yang sama tak pernah menggenggam tangan milik Davin di belakangnya.

"Kamu bisa bantu ACC sama dosen pembina, ya, Ly? Kamu kan deket banget tuh sama Pak Andra."

Alya tersenyum manis. Ia menerima kertas itu dengan tenang, meski dalam hatinya, darah mendidih.

"Aku deket sama dosen pembina…" pikir Alya."Tapi kamu yang deket sama pacarku, ya?"

"Oke," jawab Alya lembut. "Nanti aku bantu urus."

Vera memeluknya sekilas. Pelukan yang hangat, palsu, dan terasa menampar.

Alya membiarkannya.

Karena semua ini… akan ia kembalikan pelan-pelan.

Sore harinya, Alya duduk di kamar kos dengan lampu temaram. Di depannya laptop terbuka—tab terbagi dua: satu untuk tugas akhir, satu lagi berisi dokumen yang sangat pribadi.

Foto-foto. Screenshot. Chat. Rekaman suara.

Bukti.

Ia tidak menangis. Ia tidak memaki.Ia menyusun.

Satu demi satu, seperti puzzle.

Malamnya, Davin menelpon.

"Sayang, maaf ya, aku nggak bisa nemeni dinner. Tadi Vera ngajak koordinasi acara duluan. Kamu ngerti, kan?"

Alya menatap layar ponsel. Hening beberapa detik.

"Iya, nggak apa-apa. Titip salam ya buat Vera," ucapnya pelan."Dan hati-hati sama rekaman CCTV kafe depan kampus, ya."

"Hah? Maksud kamu?""Nggak, becanda kok."

Klik. Telepon ditutup.

Tapi wajah Davin di seberang sana mungkin sudah tak setenang tadi.

Alya membuka file Word baru.

Ia mengetik:

"Rencana: Langkah Pertama – Jatuhkan Kepercayaan. Bukan dengan menyerang… tapi membiarkan mereka saling curiga."

Esok harinya, kabar kecil mulai beredar di organisasi kampus.

Tentang Vera.

Tentang Davin.

Tentang siapa yang diam-diam… terlalu sering rapat berdua.

Dan Alya? Ia tetap tersenyum manis, menjadi pendamai. Menjadi penengah. Menjadi "Alya yang polos" di mata semua orang.

Padahal sesungguhnya… dialah badai yang sedang diam-diam membentuk gelombang.

More Chapters