Ficool

Chapter 2 - Chapter 1 - Auren dari Marevia

 

Pagi di Marevia selalu datang tanpa suara.

Matahari muncul dengan presisi milidetik, burung-burung mekanik berkicau dalam pola harmonis yang telah diprogram, dan embun menguap begitu kaki menyentuh tanah. Semua tertata. Semua… terlalu sempurna.

Auren membuka matanya perlahan, menatap langit-langit kamarnya yang putih bersih. Tak ada celah, tak ada debu. Suara lembut dari NeuroLens terdengar di telinganya, mengucapkan sapaan otomatis:

"Selamat pagi, Auren. Suhu tubuhmu optimal. Gelombang otakmu stabil. Hari ini akan menjadi hari yang menyenangkan."

Ia mengangguk kecil, seperti biasa. Tidak pernah menjawab. Tidak perlu.

Di usianya yang ke-17, Auren belum pernah melihat perkelahian. Ia belum tahu rasa marah yang tak bisa ditahan, belum pernah kehilangan siapa pun, bahkan tak pernah menangis. Hidup di Marevia berarti hidup tanpa gejolak.

Ia bangun, mengenakan seragam putihnya, lalu berjalan ke luar rumah. Semua rumah di Marevia serupa: kubus kaca berbingkai perak, taman kecil dengan bunga berwarna sama, dan jalan setapak bersih seperti laboratorium. Orang-orang menyapa dengan senyum identik, mata jernih, langkah ringan. Tidak ada kata-kata yang terlalu keras. Tidak ada diskusi yang terlalu panjang.

Tapi pagi itu, sesuatu berbeda.

Langkah Auren terhenti saat ia melihat seorang wanita tua duduk di bangku taman, sendirian.

Wajahnya tak asing, tapi matanya—ada yang tak beres. Biasanya, mata warga Marevia bersinar lembut, damai. Tapi mata wanita itu… kosong. Seperti tak terhubung. Tidak ada sambutan. Tidak ada pemrosesan.

Auren mendekat.

"Selamat pagi," ucapnya pelan.

Wanita itu tidak menjawab.

Saat ia nyaris melangkah pergi, suara kecil terdengar—nyaris bisikan.

"Mereka telah menghapusnya… mereka hapus semua rasa… semua warna… semua suara yang sebenarnya…"

Auren mematung.

Wanita itu menoleh perlahan padanya, dan di balik pupilnya yang redup, Auren melihat sesuatu yang tak pernah diajarkan di sekolah: ketakutan.

Tapi sebelum ia sempat berkata apa pun, seorang Penjaga Keseadaran datang—berpakaian abu metalik, tanpa ekspresi.

"Maaf, unit ini sedang mengalami gangguan neurostabilitas. Akan kami evaluasi."

Wanita itu digiring pergi, dengan lembut namun tanpa pilihan.

Auren berdiri lama di sana.

Angin yang biasanya hangat terasa aneh di kulitnya. Langit masih biru, tapi… untuk pertama kalinya dalam hidupnya, biru itu tidak terasa menenangkan.

Untuk pertama kalinya, Auren merasa… tidak tahu apa yang sedang terjadi.

Dan itu baru permulaan.

 

More Chapters