Ficool

Chapter 2 - Bab 2 Sunyi namun Mematikan

Saat pedang Roderick meluncur deras ke arahnya, Minami justru terhuyung ke samping entah karena refleks, keberuntungan, atau efek mabuk, tebasan ganas itu meleset tipis di depan dada Minami.

Roderick terhenyak, matanya melebar tak percaya, "Brengsek, bocah mabuk ini… bisa juga dia menghindar?" Sementara Minami sendiri masih canggung, berusaha menarik pedang dari sarungnya sambil tetap terguncang di atas punggung kuda, nyaris terjatuh tapi justru terlihat makin berbahaya.

Minami menggerutu pelan, "Berhenti bergerak, brengsek," matanya separuh terpejam menahan pusing. Tangan kanannya mencengkram gagang pedang saber, tapi yang kiri masih erat menahan botol anggur, membuatnya susah payah mencabut pedang di tengah guncangan kuda yang tak mau diam. Setiap gerakan terasa kikuk dan asal, tubuhnya miring ke depan bayangan Roderick dengan pedang raksasa sudah jelas di hadapannya.

Dari sudut pandang Roderick, Minami tampak seperti mabuk berat, tubuhnya terhuyung huyung seperti hendak jatuh kapan saja. Wajah Roderick dipenuhi garis-garis hitam keheranan, tak percaya dengan apa yang dilihatnya lawannya terlihat nyaris tak sadar, namun masih tetap berdiri dan berusaha melawan.

Roderick mengayunkan pedangnya kembali dengan kekuatan penuh, suaranya menggema di udara, terdengar angin terbelah saat pedang raksasanya meluncur ke arah Minami.

Tepat saat itu, Minami berhasil mencabut sabernya dan seperti tersulut insting, tubuhnya melompat ke depan dengan gerakan tak terduga, menyerupai kangguru mabuk, sambil masih terhuyung di atas kuda.

Di mata Minami, dunia mendadak melambat suara angin mendesing lewat telinganya, debu di udara seperti berhenti, dan semua terasa hening kecuali detak jantungnya. Dalam satu hentakan cepat, sabernya meluncur membelah udara, menggores tubuh Roderick seperti memotong tahu suara saber menembus daging terdengar tajam, tubuh besar Roderick terhenti sejenak sebelum perlahan terbelah dua, darah menyemprot ke udara seperti hujan tipis.

Mata Roderick menutup tanpa tahu apa yang menimpa dirinya kematiannya secepat kilat, bahkan kesadarannya tak sempat menangkap rasa sakit.

Sementara itu, Minami berdiri di antara genangan darah, menatap tubuh besar Roderick yang terbelah jatuh ke tanah suara benturan tubuh dan dentingan pedang Roderick menghantam tanah menjadi latar menggema di kepala semua orang.

Dengan gerakan tidak stabil yang masih menyisakan aroma mabuk, Minami perlahan menyarungkan sabernya.

Ia menenggak anggurnya dalam hening suara tegukan yang berat bercampur aroma logam darah di udara, menciptakan siluet Letnan pemabuk yang aneh tertatih, acuh, tapi aura membunuh di matanya membuat siapa pun bergidik, seolah-olah mabuk dan kematian adalah teman lamanya.

Roderick, Sang Sword Master Royal, menempati peringkat ke-11 dari seluruh benua sebuah posisi yang setara dengan pembangkit tenaga nuklir di dunia ini.

Tubuhnya tinggi dan kokoh, lengan besar seperti baja, dan setiap langkahnya membuat tanah terasa berat. Sorot matanya tajam, penuh wibawa, serta memancarkan aura bahaya Roderick dikenal sebagai ujung tombak Kerajaan Apax, sekaligus momok yang membuat lawan berpikir dua kali sebelum berdiri di depannya.

Ketika dia mengangkat pedang, prajurit dan bangsawan bahkan musuh terkuat akan terdiam, menyadari satu tebasannya bisa mengubah jalannya perang. Dalam dunia penuh pertarungan hidup dan mati, nama Roderick selalu disebut dengan rasa takut dan hormat, bagai raksasa pemusnah di medan laga.

Roderick, sang Sword Master kerajaan, baru saja tumbang di hadapan bocah dua puluhan yang selama ini dianggap sampah nama Minami, si "The Drunkard", kini menggema di udara penuh darah.

Suasana di sekitar langsung membeku para prajurit nyaris tak bernapas, wajah mereka pucat tak percaya, bisik-bisik tertahan mengisi udara kosong yang sebelumnya dipenuhi teriakan.

Minami berdiri tegak di tengah medan, tubuhnya masih limbung seperti mabuk, pakaiannya berlumur bercak darah, dan botol anggur masih digenggam erat di tangan kiri. Mata para penonton terpaku pada sosoknya antara ngeri, kagum, dan bingung, seolah tak paham bagaimana pria yang selama ini dihina itu bisa merobohkan monster sebesar Roderick.

Hanya suara angin yang gemetar dan detak langkah kuda tersisa, sementara Minami meneguk anggurnya lagi dalam sunyi, membawa aroma maut dan kemenangan yang mustahil dilupakan.

Minami berdiri tegak di tengah medan yang masih diliputi aroma darah dan sunyi. Dengan langkah goyah namun tatapan tajam, ia mengangkat botol anggur dan berseru keras, "Apakah masih ada lagi yang ingin menantang saya?"

Di hadapannya, seribu prajurit lawan membisu, tidak satu pun bergerak setelah kehilangan komandan mereka secara tragis di tangan seorang pria muda yang berjulukan The Drunkard. Minami melanjutkan, suaranya berat dan tegas meski jelas terlihat mabuk, "Jika kalian ingin menyerang, silakan, saya akan menghadapi kalian sekarang juga."

Keheningan memanjang, hanya suara kain berkibas dan angin yang berembus pelan di antara tubuh-tubuh gemetar semua mata tertuju pada sosok Minami yang tampak ringkih namun menyimpan ancaman mematikan.

Tiba-tiba, dari barisan musuh yang gemetar, seorang perwira berteriak keras, "Mundurrrr!" Suaranya menembus sunyi, menggema di antara pasukan yang masih terpaku oleh pemandangan Minami letnan muda berlumuran darah dengan botol anggur di tangan.

Segera, barisan musuh kacau, prajurit-prajurit mulai berebut saling dorong mundur, sebagian bahkan nyaris terjatuh saat mencoba menjauh dari medan duel. Debu terangkat tinggi di udara, campur aduk antara kepanikan dan ketakutan, dan di tengah kekacauan itu, tatapan Minami yang kosong tapi mengancam tetap menusuk setiap lawan yang berbalik lari.

====

Di sebuah kamp tentara Kerajaan Bara, Andre berdiri tegap di bawah tenda komando. Mata tajamnya membara, sorot kebencian menari di balik senyuman tipis yang tersungging di bibirnya. Tangan kirinya menggenggam peta lusuh penuh coretan, sementara tangan kanan melingkar santai di pinggangnya, seolah siap bergerak kapan saja.

Cahaya matahari sore menembus rumbai tenda, menyoroti garis tegas di wajah Andre yang dipenuhi bekas luka lama saksi bisu banyaknya penderitaan yang telah dialami Kerajaan Bara di negeri penuh konflik ini. Suaranya rendah dan dingin, namun tetap menusuk, "Sudah berapa banyak luka yang harus diterima kerajaan ini? Sudah berapa harga yang dibayar Bara karena satu keluarga yang mencemarkan nama baik dan kehormatan kita?"

Ia telah lama memendam ambisi membalas dan menghukum Minami, letnan muda yang menurutnya telah mempermalukan, bahkan merusak martabat Bara di mata dunia. Setiap langkah Andre diselimuti tekad kuat membalas harga diri kerajaan, bahkan jika itu berarti harus menuntaskan sendiri urusan lama dengan keluarga Minami.

Andre dan para prajurit setianya berkumpul di tenda, merencanakan berbagai cara menyingkirkan Minami mulai dari meracuni botol anggurnya, hingga membunuhnya sendiri di medan perang.

Andre tahu betul Minami mudah terpancing emosi, maka ia sengaja memprovokasinya agar maju melawan Roderick, yakin Minami pasti mati secara tragis di tangan Sword Master itu.

More Chapters