Ficool

Chapter 11 - Chapter 11. Rahasia menara jam

Rani terkejut mendengar langkah kaki mendekat dari arah belakang. Dia mencoba tetap tenang, menyembunyikan kunci itu di sakunya dan menutup kotak logam dengan cepat. Bayangan tinggi di belakangnya semakin mendekat, dan dia tidak perlu berbalik untuk tahu siapa yang datang.

"Menemukan sesuatu yang menarik, Rani?" suara Wiliam terdengar tenang, tapi ada nada ancaman di dalamnya. "Kau tahu, aku tidak suka ketika orang lain mencoba memainkan permainan ini tanpa izinku."

Rani berdiri perlahan, menatap Wiliam dengan pandangan tajam. “Ini bukan permainanmu, Wiliam. Kami hanya ingin mengungkap sejarah kota ini, sesuatu yang seharusnya diketahui semua orang.”

Wiliam tersenyum kecil, seolah menemukan sesuatu yang lucu dari kata-katanya. “Sejarah? Ah, sejarah itu bisa ditulis ulang, Rani. Kau tidak menyadari bahwa semua ini hanyalah bagian dari apa yang aku ciptakan. Kota ini, artefak ini, bahkan kunci yang kau simpan—semua adalah bagian dari satu cerita besar yang aku kendalikan.”

Rani merasa dadanya berdebar lebih kencang, namun dia mencoba menahan rasa takut. “Kalau begitu, kenapa kau tidak menyelesaikannya sendiri? Kenapa kau harus mengejar kami?”

Wiliam mendekat, tatapannya semakin intens. “Karena kalian adalah bagian penting dari permainan ini. Hanya orang-orang yang benar-benar ingin tahu yang bisa menemukan rahasia terakhir. Aku sudah menghabiskan waktu bertahun-tahun merencanakan ini, dan kau serta Alif adalah bagian dari ujian itu.”

Tiba-tiba, Rani mendengar suara langkah kaki lain di belakangnya. Kali ini, itu suara yang familiar—Alif. Dia muncul dari balik pohon besar, wajahnya penuh ketegangan, tetapi matanya memancarkan tekad.

“Lepaskan Rani, Wiliam. Ini bukan tentang permainan atau ujian. Ini tentang kita melindungi kebenaran yang seharusnya terbuka untuk semua orang,” kata Alif, berdiri tegap di samping Rani.

Wiliam tertawa pelan, dengan mata berkilat tajam. “Melindungi kebenaran? Kalian bahkan tidak tahu apa yang sebenarnya kalian lindungi. Kalian hanya dua anak kecil yang mencoba bermain sebagai pahlawan. Kalian tidak tahu sejarah gelap kota ini—rahasia yang bisa menghancurkan segalanya.”

Alif mengepalkan tangan, mencoba menahan diri untuk tidak bereaksi terburu-buru. “Jelaskan. Jika memang ada sesuatu yang begitu besar, beritahu kami.”

Wiliam tampak berpikir sejenak, seolah mempertimbangkan apakah ia akan memberikan jawaban. “Baiklah, kalian sudah sampai sejauh ini. Kota ini didirikan bukan oleh para pahlawan, melainkan oleh orang-orang yang haus kekuasaan. Artefak yang kalian cari bukan sekadar benda kuno. Itu adalah kunci untuk mengakses catatan rahasia yang disembunyikan oleh pendiri kota. Mereka menciptakan kota ini di atas pengkhianatan dan manipulasi, menjadikan setiap warga bagian dari eksperimen mereka.”

Rani menatap Wiliam dengan ngeri. “Jadi, tujuanmu adalah mengungkap semua itu untuk menghancurkan kota ini?”

Wiliam tersenyum dingin. “Tidak menghancurkan, Rani. Aku ingin menguasainya. Dengan catatan ini, aku bisa menciptakan dunia yang lebih baik—dunia di mana orang seperti aku yang berkuasa, bukan mereka yang hanya berpura-pura baik.”

Alif tidak bisa menahan amarahnya lagi. “Kau hanya ingin membalas dendam, Wiliam. Ini bukan tentang kebenaran, ini hanya tentang dirimu.”

Wiliam mendekat, wajahnya menjadi lebih serius. “Jangan salah sangka, Alif. Aku melakukan ini bukan hanya untuk diriku, tetapi untuk mereka yang telah menjadi korban seperti aku. Aku membalas dendam bagi mereka yang tidak memiliki suara, yang dibungkam oleh sistem yang korup ini.”

Namun, di tengah perdebatan itu, Rani memegang tangan Alif dan memberinya kode untuk mundur. Dia perlahan mengeluarkan kunci dari sakunya, menyadari bahwa ini mungkin satu-satunya cara untuk membuka jalan keluar dari situasi ini. Dia menatap Alif sejenak, lalu berkata, “Kita tidak perlu membuktikan apapun pada Wiliam. Jika kita menemukan tempat terakhir yang ditunjukkan oleh peta, kita bisa memecahkan teka-teki ini tanpa dia.”

Wiliam memperhatikan mereka dengan curiga, tetapi sebelum dia sempat bereaksi, Alif dan Rani sudah berlari ke arah lain, menyelinap di antara pepohonan yang gelap. Wiliam berteriak marah, tetapi mereka berhasil menghilang di balik bayang-bayang pepohonan, meninggalkannya sendirian di tengah taman.

---

Malam itu, Alif dan Rani berhasil mencapai tempat persembunyian mereka yang baru, sebuah gudang kayu kecil di tepi kota. Mereka berdua kelelahan, tetapi mereka merasa selangkah lebih dekat dengan jawaban yang mereka cari.

“Kunci ini... apa yang sebenarnya bisa dibuka oleh benda ini?” Rani bertanya sambil memperhatikan kunci aneh tersebut.

Alif berpikir sejenak. “Petunjuk terakhir di peta menyebutkan sebuah lokasi yang berada di dekat menara jam tua di pusat kota. Mungkin di sanalah kita akan menemukan jawaban atas semua ini. Dan mungkin, hanya mungkin, kunci ini akan membuka sesuatu yang selama ini tersembunyi.”

Rani mengangguk. “Kita harus bergerak cepat. Wiliam tidak akan membiarkan kita mendahuluinya begitu saja.”

Alif menggenggam tangan Rani, memberinya semangat. “Kita akan menemukan kebenaran ini bersama. Apa pun yang terjadi, kita akan melawan demi kota ini.”

Dengan semangat baru dan tekad yang bulat, Alif dan Rani bersiap untuk petualangan terakhir mereka. Mereka tahu bahwa apa pun yang menunggu di menara jam, mereka harus siap menghadapi segala rintangan, baik dari Wiliam maupun dari rahasia kelam yang disembunyikan di balik sejarah kota ini.

Perjalanan mereka hampir mencapai puncaknya. Dan kali ini, mereka siap menghadapi apa pun yang ada di ujungnya.

Keesokan paginya, Alif dan Rani berangkat menuju menara jam tua di pusat kota, tempat yang telah lama terlupakan oleh penduduk. Menara itu tinggi dan megah, namun tampak lusuh dan berdebu, seolah menyimpan cerita-cerita yang tak pernah terungkap. Hanya sedikit orang yang tahu bahwa bangunan tua ini menyimpan misteri, dan bahkan lebih sedikit lagi yang tahu keberadaan lorong-lorong tersembunyi di dalamnya.

Ketika mereka tiba, suasana terasa sunyi dan suram. Alif merasakan aura dingin yang aneh di sekitar menara, seolah tempat itu menyimpan energi dari masa lalu yang penuh rahasia. Tanpa ragu, mereka memasuki pintu utama, melewati anak tangga berderit yang menuju lantai atas, tempat ruang mesin jam berada.

“Alif, kau yakin tempat ini aman?” bisik Rani, suaranya terdengar bergetar.

Alif mengangguk pelan. “Kita tidak punya pilihan, Rani. Ini petunjuk terakhir dari peta. Kunci yang kau temukan mungkin akan membuka sesuatu di sini.”

Mereka terus melangkah, hingga tiba di ruang mesin jam. Roda-roda gigi tua berputar dengan lambat, mengeluarkan bunyi berderit yang mengisi keheningan. Di sudut ruangan, Alif melihat sebuah pintu kecil yang terkunci. Di sebelahnya ada sebuah ukiran berbentuk lubang kunci yang tampak cocok dengan kunci yang ditemukan Rani.

“Ini dia!” kata Alif dengan bersemangat.

Rani mengambil kunci dari saku dan memasukkannya ke lubang tersebut. Dengan sedikit usaha, kunci itu berputar, dan pintu kecil itu terbuka dengan suara pelan. Di baliknya, mereka menemukan sebuah lorong sempit yang menurun, seolah mengundang mereka untuk masuk lebih dalam ke dalam perut menara.

Tanpa berpikir dua kali, mereka memasuki lorong tersebut, yang semakin lama semakin gelap dan sempit. Cahaya dari obor yang dibawa Alif adalah satu-satunya yang menerangi jalan. Lorong itu berkelok-kelok, hingga akhirnya mereka tiba di sebuah ruangan kecil yang hanya berisi satu benda: peti kayu tua yang dihiasi ukiran aneh.

Rani menatap peti itu dengan penuh keingintahuan. “Apakah ini... artefak yang kita cari?”

Alif mengangkat bahu, lalu berlutut untuk memeriksa peti tersebut. Di tutupnya, terdapat tulisan kuno yang hampir pudar, berbunyi: “Yang mengetahui sejarah ini akan memahami kegelapan yang tersembunyi di balik kemuliaan.”

Dengan perlahan, mereka membuka tutup peti, dan di dalamnya terdapat sebuah gulungan perkamen dan sebuah medali tua yang terbuat dari emas dengan ukiran simbol yang sama seperti yang ada di peta mereka. Alif membuka perkamen itu dan membacanya dengan suara bergetar.

“Ini adalah catatan para pendiri kota ini,” gumamnya. “Mereka mengakui bahwa kota ini didirikan di atas pengkhianatan. Mereka memanipulasi sejarah, menjadikan diri mereka pahlawan, padahal mereka membangun kekuasaan mereka melalui pengorbanan orang-orang tak bersalah.”

Rani terdiam, wajahnya pucat. “Jadi, ini rahasia gelap kota kita. Mereka yang dianggap pahlawan sebenarnya adalah pelaku kejahatan. Wiliam benar... setidaknya dalam hal ini.”

Namun, saat mereka merenungkan kebenaran tersebut, sebuah suara langkah kaki terdengar dari lorong di belakang mereka. Alif dan Rani menoleh dengan cepat, dan di sanalah Wiliam berdiri, wajahnya penuh kemenangan.

“Kalian menemukan rahasianya,” katanya sambil tersenyum dingin. “Luar biasa. Sekarang, serahkan semuanya padaku.”

Alif menggenggam perkamen itu erat. “Kau ingin memanfaatkan rahasia ini untuk memanipulasi orang-orang, bukan? Kau tidak berbeda dengan para pendiri kota ini, Wiliam. Kau hanya ingin kekuasaan.”

Wiliam mendekat, wajahnya berubah menjadi serius. “Mungkin, tapi aku akan menggunakan kekuasaan itu untuk mengubah sistem yang korup ini. Tidak seperti mereka, aku akan memastikan tidak ada lagi yang menjadi korban.”

“Dan kau pikir kau bisa melakukannya dengan mengancam dan memanipulasi?” balas Rani, berdiri di samping Alif. “Kau hanya mengulangi kesalahan yang sama.”

Wiliam tertawa kecil, namun kali ini terdengar lebih penuh amarah. “Kalian tidak mengerti. Dunia ini tidak akan berubah dengan cara kalian yang lemah. Hanya kekuatan dan ketakutan yang bisa mengendalikan orang-orang.”

Alif tahu mereka harus menghentikan Wiliam, namun mereka berada di ruangan sempit tanpa jalan keluar lain. Dia mencoba mencari akal, lalu tiba-tiba mendapat ide.

“Rani, ingat medali emas ini? Mungkin ini kuncinya,” bisik Alif, berharap Wiliam tidak mendengar.

Dengan cepat, Alif dan Rani memegang medali itu bersama-sama. Seketika, sebuah suara mekanis terdengar, dan lantai di bawah mereka mulai bergetar. Sebuah pintu rahasia terbuka di sisi ruangan, dan mereka segera berlari melewatinya, meninggalkan Wiliam yang terkejut di belakang.

“Tidak! Kalian tidak akan lolos begitu saja!” teriak Wiliam, mencoba mengejar mereka.

Namun, pintu itu menutup tepat setelah mereka masuk, memisahkan mereka dari Wiliam. Alif dan Rani terus berlari hingga mereka tiba di luar menara, bernafas lega karena berhasil melarikan diri.

Mereka berdiri di depan menara, memandang bangunan tua itu dengan perasaan campur aduk. Rahasia kota mereka telah terungkap, dan kini mereka memegang bukti sejarah gelap yang disembunyikan selama ini.

“Sekarang apa, Alif?” tanya Rani, suaranya bergetar.

“Kita harus memutuskan apakah rahasia ini akan disebarkan atau disimpan. Tapi satu hal yang pasti—kita tidak akan membiarkan Wiliam menggunakannya untuk tujuan jahat,” jawab Alif dengan tegas.

Dengan keberanian baru dan tekad untuk melindungi kebenaran, Alif dan Rani bersumpah untuk menjaga sejarah kota mereka dan memastikan bahwa tidak ada lagi yang jatuh ke dalam kegelapan yang sama.

Petualangan mereka mungkin baru saja dimulai, tapi kini mereka tahu satu hal: bahwa sejarah dan kebenaran adalah milik semua orang, bukan hanya mereka yang haus kekuasaan.

More Chapters