Ficool

Chapter 2 - BAB 2: Jejak Darah Leluhur Langit

Langit yang muram menggantung di atas reruntuhan kuil kuno. Sisa-sisa batu giok ungu dan pilar-pilar patah berserakan di sekeliling Ye Tian, seakan menjadi saksi bisu dari peradaban agung yang telah dilenyapkan oleh waktu dan takdir. Debu mengambang di udara, bercampur dengan aroma kuno yang menyesakkan dada, seolah-olah dunia sendiri menahan napasnya... menyambut bangkitnya sesuatu yang telah lama tersegel.

Ye Tian berdiri diam di tengah ruang pemujaan yang runtuh, tubuhnya masih diselimuti oleh aura kelam yang belum juga surut. Sorotan matanya tenang namun tajam, menatap lurus ke arah kitab hitam yang kini mengambang beberapa jengkal di hadapannya. Kitab itu terbuka dengan sendirinya, lembaran-lembarannya terbuat dari kulit binatang purba yang tak dikenal, memancarkan kilau suram yang menyerap cahaya di sekitarnya.

"Apakah kau... penerus darah langit?" gema suara itu kembali terdengar, tidak berasal dari kitab, melainkan dari dalam dirinya sendiri—sebuah bisikan yang muncul langsung di kedalaman jiwanya, mengguncang roh dan darahnya sekaligus.

Ye Tian mengerutkan alis. Darah dalam tubuhnya bergetar, seakan dipanggil oleh sesuatu yang lebih tua dari surga dan bumi. Dalam aliran meridian-nya, kekuatan yang tak dikenalnya perlahan bangkit—liar, purba, dan tidak bisa dijinakkan. Simbol-simbol kuno yang belum pernah ia lihat mulai muncul di permukaan kulitnya, bersinar dengan cahaya merah gelap yang berdenyut pelan mengikuti detak jantungnya.

"Apakah ini... warisan darah langit?" gumamnya pelan.

Tiba-tiba, suara ledakan halus terdengar. Cahaya keunguan memancar dari dasar kuil, membentuk sebuah formasi sihir kuno yang perlahan berputar. Tanah di bawah kaki Ye Tian bergetar ringan, dan dari pusaran cahaya itu, muncul sosok kabur yang tampak seperti roh—tinggi, berjubah robek, dengan wajah tertutup kabut hitam. Aura yang dipancarkannya begitu menakutkan, seperti keberadaan yang tidak seharusnya ada di dunia ini.

"Pewarisku…" suara itu dalam dan penuh tekanan. "Kutukan darah langit adalah kunci dan penjara. Hanya mereka yang kuat, yang bisa membebaskan dunia… atau menghancurkannya sepenuhnya."

Ye Tian tetap tenang, namun matanya membelalak sedikit. "Apa maksudmu?"

Sosok itu tidak langsung menjawab. Ia melangkah mendekat, namun kakinya tidak menyentuh tanah. Setiap langkahnya memutar balik waktu di sekitarnya—lumut pada batu menjadi segar kembali, retakan menghilang, dan udara menjadi hangat seperti musim semi ribuan tahun lalu. Sosok itu berhenti tepat di depan Ye Tian, lalu menatap langsung ke dalam matanya.

"Aku adalah bayanganmu dari masa depan yang tak terjadi. Aku adalah warisan terkutuk dari para leluhur langit. Dan kini, semuanya… bergantung padamu."

Kitab hitam tiba-tiba meledak menjadi cahaya gelap dan menyatu ke dalam dada Ye Tian, menyerap ke dalam dantiannya. Tubuhnya terlempar ke belakang, menabrak pilar batu hingga hancur berkeping. Namun bukan rasa sakit yang ia rasakan—melainkan perubahan. Dalam dirinya, kekuatan baru bangkit. Tulangnya retak lalu menyatu, dagingnya terlipat dan diperkuat, auranya berubah.

Tiba-tiba langit menggelap lebih dalam, dan dari balik awan muncul sambaran petir berwarna merah darah. Petir itu menari-nari di udara, tidak menghantam bumi, melainkan terbelah, membentuk pola seperti lambang mata raksasa yang mengawasi dari atas.

"Langit mulai memperhatikanku…" desis Ye Tian lirih. "Ini bukan lagi jalan biasa. Ini adalah jalan yang akan membawa kehancuran... atau kelahiran kembali."

Ia berdiri perlahan, tubuhnya kini terasa jauh lebih ringan, namun sekaligus jauh lebih berbahaya. Setiap helaan napasnya membuat udara bergetar, seolah dunia menyesuaikan diri dengan kehadirannya yang baru.

Dan di kejauhan… di balik gunung dan kabut, suara lonceng besar terdengar menggema. Sekte-sekte besar, para dewa yang tertidur, dan musuh-musuh lama yang telah lama melupakan nama Ye Tian… mulai terbangun satu per satu.

Jejak darah leluhur langit telah muncul kembali. Dan dunia… akan kembali terbakar.

Angin mendesir lembut di antara celah reruntuhan, membawa aroma darah dan hujan. Sementara dunia seolah terdiam menyaksikan kebangkitan yang telah lama diramalkan, tubuh Ye Tian perlahan bangkit dari puing-puing. Pakaiannya compang-camping, namun sorot matanya mengandung keteguhan yang tidak dimiliki siapa pun di dunia ini.

Tangannya mengepal. Dalam genggaman itu, sebuah cahaya merah kehitaman berkedip-kedip seperti nyala api roh—sebagian dari kekuatan baru yang kini mengalir di tubuhnya. Ia bisa merasakannya, kekuatan yang begitu asing namun akrab, seperti darah leluhur yang selama ini tersembunyi, kini akhirnya terbangun dari tidurnya.

"Apa ini kekuatan… para pendahulu yang disegel oleh langit?" bisiknya.

Dunia dalam dantiannya berubah. Jika sebelumnya bagaikan danau tenang tanpa gelombang, kini ia seperti laut luas yang tengah diterpa badai. Arus spiritualnya liar, kuat, dan tak terbendung. Simbol-simbol kuno melayang di udara internalnya, membentuk jalur kultivasi baru yang tidak tercatat dalam kitab mana pun—Jalur Darah Langit yang Terkutuk.

Tiba-tiba suara langkah bergema dari reruntuhan. Seorang pria berjubah hijau, wajahnya tertutup topeng logam, muncul dari balik bayang-bayang. Di punggungnya tersemat sebuah guqin tua, memancarkan aura pembatas dimensi. Dia bukan orang biasa.

"Kau telah membangunkan sesuatu yang seharusnya tetap tersegel, anak muda," katanya dengan suara datar, namun aura di sekelilingnya begitu padat hingga batu-batu kecil di tanah ikut bergetar.

Ye Tian tidak gentar. "Jika takdirku adalah kehancuran, maka biar aku hancurkan takdir itu sendiri."

Pria bertopeng mengangkat satu alis. "Kau bahkan belum membuka satu jalur kultivasi pun, namun berani menantang takdir?"

Ye Tian melangkah maju. Di setiap langkahnya, tanah di bawah kaki retak pelan. "Aku tidak memerlukan izin dunia ini untuk menjadi kuat. Langit tidak akan menentukan akhirku."

Pria bertopeng itu tertawa pelan, kemudian melepaskan guqinnya. "Kalau begitu, buktikan dengan nyawamu."

Nada pertama terdengar.

Dentuman suara guqin mengguncang langit. Serangan suara ilusi menghantam kesadaran Ye Tian, menarik rohnya ke dunia dalam bayangan. Di sana, ia melihat dirinya dibelenggu rantai cahaya, di hadapan ribuan bayangan leluhur yang menatapnya dengan mata penuh darah.

Namun—di saat semua akan runtuh, darah dalam tubuh Ye Tian mendidih. Tubuh spiritualnya terbakar, dan ia mengangkat kepalan tangan untuk menghancurkan belenggu itu. Sebuah suara menggema dari kedalaman jiwanya, seperti gaung dari masa lalu:

"Bangkitlah, Pewaris Darah Langit. Belum waktumu tunduk."

Gelombang kekuatan menghancurkan dunia bayangan. Kesadarannya kembali, dan di dunia nyata, mata Ye Tian menyala merah kehitaman. Sebuah segel melingkar muncul di punggung tangannya—segel darah yang membawa simbol naga, matahari, dan duri.

Pria bertopeng mundur satu langkah, wajahnya akhirnya berubah. "Segel Tiga Kesengsaraan… kau… kau benar-benar keturunan yang disebut dalam ramalan itu?"

Ye Tian tidak menjawab. Dengan satu langkah, dia telah berada di hadapan pria itu. Tangan kanannya menghantam udara, menciptakan tekanan spiritual murni yang membelah batu dan ruang. Pria bertopeng menangkisnya dengan guqin, namun kekuatannya terlempar jauh, menghantam dinding reruntuhan hingga membuat retakan besar.

Seketika itu juga, langit berubah merah darah. Awan berputar membentuk spiral, dan dari langit turun hujan—bukan air, tapi tetesan cahaya berwarna merah kehitaman. Hujan darah langit.

Ye Tian menatap langit, lalu menunduk pada tangannya yang masih menyala. "Dunia ini… telah menetapkan kutukan padaku. Maka aku akan jadi iblis yang dibenci langit... demi membebaskan diri."

Jalan yang akan ia tempuh kini bukan sekadar jalur kultivasi biasa. Ini adalah jalur darah, jalur pemberontakan terhadap surga itu sendiri.

Dan perjalanan itu... baru saja dimulai.

More Chapters