Tidak ingin gegabah, aku bersikap seakan tidak terjadi apa-apa.
"Hoho, sedang apa kau anak muda?"
Tanya si Kakek berpakaian lusuh itu, ia lagi-lagi membawa kapak kayu dan sebongkah kayu yang sedang di tali. Jika dilihat dengan seksama, tidak ada yang mencurigakan dari penampakan kakek itu.
Tapi entah kenapa aku merasa ada yang tidak beres,
"Apakah kau baik-baik saja? Mengapa kau membawa tongkat krek itu anak muda, apakah kau habis terjatuh?"
"Tidak, aku tidak."
Sial! Keringat basah mendinginkan sekujur tubuhku. Aku berjalan mundur karena menganggap hawa keberadaannya sebagai 'ancaman'. Aku mulai mengimajinasikan hal-hal yang seharusnya tidak kulihat.
Mulai dari wajah dan kakinya yang berubah menjadi ulat dan berkaki seribu.
Sekilas aku mendengar suara,
Ikuti aku
Darimana asalnya? Aku melihat dari segala arah akan tetapi tidak ada tanda-tanda mengenai suara yang lewat menyelusuri telinga kanan dan kiriku.
Disana!
Aku melihat bayangan hitam yang membentuk tulisan itu, kini perlahan-lahan mulai menghilang.
"Maaf Kakek, aku harus segera pergi dari sini. Bel sekolah menungguku."
Aku lari terbirit-birit mengejar bayangan yang membentuk sebuah jalan, sebuah jalur yang mengarah ke hutan entah-berantah itu. Memasuki area hutan lebih dalam.
"Tunggu! Kemana kau akan membawaku?"
Aku harap aku melakukan hal yang benar kali ini. Panas terik matahari tidak melelehkan sungai yang seharusnya mengalir sekarang. Aku berada di pohon beringin dengan lubang yang sangat amat terkecil.
Sepertinya tubuh manusia akan muat untuk memasuki lubangnya. Tunggu dulu, aku belum mengidentifikasikan bayangan yang awal mulanya datang dari pikiranku itu.
"Tunjukan dirimu!"
Teriakku dengan kencang, Membuat para gagak hitam terbang meninggali kawasan area hutan itu.
Thomas Alfrein
Sekilas, tulisan berwujud bayangan itu kembali muncul di hadapanku.
"Apa yang kau inginkan? Mengapa kau menuntunku ke pohon beringin ini?"
Aku datang untuk membantumu
Membantuku? Atas dasar apa ia ingin membantuku.
"Monster sepertimu tidak akan membantuku tanpa tujuan, katakan imbalan atau keinginan yang kau harapkan dari aku."
Mudah saja, aku menginginkan hiburan
Tulisan itu berpindah-pindah tempat dari berbagai arah. Dari arah depan, mengikuti arus angin yang dingin ini.
"Aku tidak memiliki hiburan yang kau inginkan itu, berhentilah menggangguku."
Menganggumu? Aku membantu identitas dirimu yang hampir terbongkar oleh siluman ulat itu
Siluman ulat? Apakah bayangan ini mengetahui sesuatu mengenai kota berhantu topeng ini? Lantas hal yang kulihat bukanlah imajinasi. Aku harus mengambil risiko dan menerimanya atas dasar apapun itu.
Aku tetap mentegarkan diriku yang sedari tadi ketakutan,
"Aku tidak tau hiburan macam apa yang kau inginkan."
Pria muda dengan keinginan yang kuat, tidak salah lagi kau adalah pria dengan kemampuan yang spesial
Kemampuan ini ── kemampuan itu. Aku penasaran akan pernyataan 'kemampuan spesial' yang ia sebut itu. Akoto juga sering menyebutkan tapi tidak pernah menjelaskan hal itu dengan spesifik.
Hawa dingin menyelimuti kakiku, Aku duduk sejenak dan mengeluarkan sapu tangan dari kantong celanaku. Menggenakannya di kedua tangan yang sudah berwarna agak kemerahan.
"Apakah kau akan memberitahuku mengenai kemampuan spesial yang ada di dalam diriku?"
Kau harus mencari tahu sendiri, tugasku sudah selesai disini
Dalam sekejap, bayangan yang sedari tadi mengelilingi tubuhku hilang tanpa makna. Aku lupa menanyakan tujuannya membawaku kesini. Tidak memiliki pilihan,
Aku berusaha mengerti dengan kata-kata yang ia sampaikan kepadaku. Sungguh, kota ini penuh dengan misteri yang tak tercakap.
Ia menuntunku ke pohon beringin yang amat besar, melebihi segunung es yang berada tidak jauh dari sungai Wooden Ville. Mengapa aku tidak pernah menyadari keberadaan pohon beringin ini?
Karena penasaran, aku mencoba mengintip masuk melalui lubang yang ia tujukan kepadaku. Risiko adalah risiko, aku siap menerimanya.
Tidak disangka, ternyata tubuhku tidak dapat memasuki lubang pohon berwarna kecoklatan tua itu. Memaksaku menggunakan tongkat krek sebagai bantuan, namun aku tidak menemukan apa-apa di dalamnya.
Merasa kecewa, aku segera pulang menyelusuri hutan ini dan mencari jalur yang baru. Takut jika berpapasan dengan Kakek tua itu lagi.
Kini waktu berganti petang sore, dinginnya salju menutupi kegelisahanku terhadap ketakutan yang harus kuhadapi.
Di sekitar perumahan, para hantu itu memasang lentera yang berwarna dan berkedip. Entah mengapa semakin lama aku tinggal disini aku mulai merasa terbiasa. Aku duduk di sekitar bebatuan, dan memandangi langit senja yang tertutup awan.
Walau para hantu itu kini tidak memiliki nyawa, mereka tetaplah manusia di dalam hatinya. Aku melihat mereka tertawa dan saling melempari bola salju.
Kapan terakhir kali aku memiliki kenangan seperti itu?
Saat umurku 7 tahun, kedua orangtuaku sering membawaku ke hutan bersalju. Dan kami seiring waktu melakukan piknik sembari berbincang dan tertawa. Aku menginginkan masa bahagia itu kembali.
Tawa demi tawa mengingatkanku kepada ingatan yang seharusnya sudah kuhapus.
Tes
Tanpa kusadari, air mata menetes dan jatuh dengan sendirinya. Tidak ingin larut dalam pikiranku sendiri, aku segera menghapus air mata yang menetes itu.
Aku beranjak berdiri, mengelilingi kota karena tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk melihat pemandangan yang sangat fantastis ini. Aku berjalan menyelusuri tanah yang tersusun batu bata dengan rapih.
Keindahan kota ini memang tidak ada duanya bagiku, walau terkesan kecil ── bagi seseorang yang sepertiku akan memilih untuk tinggal disini selamanya. Tidak heran Paman John menyukai kota ini.
Udara disini sangat bersih, berbeda dengan kota besar tempatku tinggal sebelumnya. Aku berjalan mengikuti jalur yang disediakan, dan berakhir berada di sekitar air mancur. Aku melihat sesosok patung, namun belum terbentuk.
Kini bentuknya abstrak,
Sepertinya para hantu sedang berusaha mengerjakan proyek yang tertinggal sebelumnya. Air mancur itu berwarna putih, dengan lambang kota Wooden Ville dengan corak putih dan nama kota itu sendirinya. Terdapat 2 pohon pinus mengitari air mancur itu.
Entah itu hiasan atau asli, akan tetapi gambarannya sangat menarik. Air mancur itu kini mengalir, dari tahun ke tahun tidak pernah berhenti.
Rasanya datang ke kota ini adalah kutukan dan keberuntungan di saat yg sama.
Menakutkan dan menakjubkan di saat yg sama. Aku berjalan mengitari air mancur itu, terdapat 4 rute jalan yang berbeda. Masing-masing tujuan hanya mengantarkanku ke tempat yang tidak jauh berbeda.
Aku melihat papan tujuan, disana dikatakan jika berjalan lurus. Aku akan mendapati diriku berada di salah satu toko antik terbesar di kota ini. Sebaliknya jika berjalan di dua area samping, aku akan mendapati diriku menuju hutan kembali.
Tidak ingin membuang waktu, aku mengambil pilihan pertama. Untuk pergi ke toko antik, aku berjalan menyelusuri rumah demi rumah. Dan lentera yang terang-benderang.
Sepertinya waktu sudah berganti malam,
Aku melihat ke atas dan warna langit yang sebelumnya jingga, kini berubah menjadi hitam yang pekat.