Ficool

Chapter 8 - Ch. 08

Angin berderu dengan dahsyatnya, datang dari dua sosok pria yang saling berlawanan tanpa adanya suatu gerakan tubuh sama sekali.

Pepohonan dan semak belukar ikut bergolak hebat, hingga daun-daun serta ranting-ranting banyak yang patah akibat serangan badai angin kekuatan gaib tersebut. Semua benda ringan beterbangan, berbenturan dan terus berputar-putar tanpa henti.

Tentu saja, perang kekuatan gaib tingkat tinggi itu juga membuat para hewan di Hutan Sawo Alas juga menjadi sangat terkejut dan panik. Mereka pun lari tunggang langgang bagaikan sedang dikejar oleh sepasukan hantu jahat yang siap menerkam dan melumat hingga hancur menjadi debu dan abu.

"Anak muda ini memiliki darah yang sangat istimewa, akan tetapi juga seperti sudah tercemar oleh darah dari mahluk kegelapan." Pria berjubah ungu tuan terus mengerahkan kekuatannya untuk menekan kekuatan anak muda di hadapannya yang ternyata masih belum bisa sepenuhnya menggunakan kekuatan tenaga dalam bawaan lahirnya. "Sepertinya, anak muda ini adalah sesuatu yang sedang dijadikan bahan percobaan oleh pihak lain."

"Gila! Kekuatan orang ini ternyata jauh di atasku!" Jatayu merasakan tubuhnya mulai sedikit melemah akibat terus menerus mengerahkan kekuatannya untuk menahan tekanan dari lelaki berjubah ungu. "Aku tidak bisa melawan kekuatan yang hampir sama dengan kekuatan Paman Hei Kun!"

"Cukup!"Jatayu tidak bisa lagi menahan diri dari serangan badai angin dari lawan yang memiliki kemampuan di atasnya. Pemuda berjubah putih yang juga mengenakan topi untuk menutupi rambut dan wajahnya akhirnya jatuh berlutut. "Aku menyerah sekarang!"

"Menyerah?" Lelaki berjubah ungu terlihat menarik kekuatannya sedikit demi sedikit hingga mereda. "Kalau begitu, cepat berikan anak muda itu kepadaku!"

Jatayu menggelengkan kepala, pertanda tidak menyetujui perintah orang tua berjubah ungu yang tampaknya sangat memaksa agar dirinya menyerahkan anak muda tersebut.

Sebuah seringaian menghiasi bibir Jatayu yang saat ini berlutut sambil masih memanggul tubuh Langit. Dirinya telah bertekad untuk tidak akan melepaskan anak lelaki yang sudah lama menjadi incarannya.

Jatayu berucap dalam hati. 'Aku sudah berusaha keras agar anak ini bisa keluar dengan sendirinya dari ruang kaca pelindung itu. Jadi, tidak mungkin aku akan memberikan anak ini pada orang itu. Tidak akan pernah, atau ayah akan menghukumku karena kegagalanku.'

"Bagaimana, Anak Muda?" Pria berjubah ungu berkata sembari berjalan mendekati Jatayu hingga jarak mereka hanya tinggal lima kaki jauhnya. "Kamu tinggalkan anak itu bersamaku dan kamu bisa segera kembali ke tempat asalmu tanpa segores pun luka yang akan berjejak di kulitmu."

"Maaf, Tuan! Aku tidak bisa menyerahkan anak ini kepada seseorng yang tidak aku kenal. Maka aku, Jatayu ini akan tetap mempertahankan demi keselamatannya!" Jatayu berkata sembari bersiap-siap hendak melawan pria berjubah ungu yang bersikeras meminta Langit darinya.

Bagi seorang Jatayu, Langit sudah dia anggap menjadi bagian dari keberhasilannya. Dia harus tetap mempertahankan anak itu dari siapa saja yang ingin merebutnya. Bahkan ia bertekad akan melawan orang tua ini hingga titik darah penghabisan.

Pria muda itu kemudian bangkit dan meletakkan tubuh pemuda yang masih dalam keadaan pulas tertidur akibat terkena mantra penidur.

Sebelum kembali ke arena tempur, Jatayu melepaskan mantra pelindung gaib di sekitar tubuh Langit untuk mengurung anak tersebut dalam sebuah lingkup ruang yang tidak bisa dijangkau oleh orang lain.

"Hmm ... anak muda ini sangat berhati-hati sekali rupanya," pikir pria berjubah ungu sambil terus memperhatikan gerak-gerik pria muda yang diperkirakan usianya masih berada di bawah tujuh belas tahun. "Dia bahkan memasang ruang pelindung demi anak ini."

"Selesai!" seru Jatayu dalam hati sambil memperhatikan keadaan Langit. "Tetaplah di sini, Langit. Kakak akan menghadapi orang itu."

"Bagaimanapun caranya, aku harus bisa segera keluar dari hutan ini!" bisik Jatayu dalam hati sambil membelakangi orang tua yang terlihat tenang namun memiliki aura kuat yang hampir saja membuatnya kewalahan.

"Tuan, silakan langkahi dulu mayat Jatayu ini, jika Tuan ingin mengambilnya!" Jatayu berkata sambil membalikkan tubuhnya tanpa sedikit pun memperlihatkan wajah kepada pria berjubah ungu.

"Ooh, jadi namamu adalah Jatayu? Baguslah! Dengan begitu aku bisa mengingatnya." Pria berjubah ungu tetap terlihat tenang. Raut wajahnya bahkan tanpa ekspresi apa pun dan tidak ada kegentaran barang sedikit jua. "Sekarang aku minta padamu sekali lagi. Cepat serahkan anak itu!"

More Chapters